Saturday, August 27, 2011

Ekspektasi

Ramadhan ke-28,

Sore itu saya melanjutkan aktivitas membaca al Quran. Ngejar setoran tepatnya. Beberapa hari terakhir bacaan saya jauh dari targetan. Ramadhan sebentar lagi akan berakhir dan saya ingin sebelum Syawal menyapa saya sudah mengkhatamkan al Quran. Sayangnya saya harus kalah menghadapi tubuh saya yang tak bersahabat. Flu dan batuk teramat mengganggu kegiatan membaca saya. Maka, waktu saya banyak terpakai untuk tidur.

Baca, baca, baca! Itulah yang kemudian saya lakukan. Tak memikirkan berapa lembar lagi agar saya mencapai juz baru atau berapa halaman lagi agar saya bisa mengganti surat yang saya baca. Saya pun terbantukan oleh al Quran saya yang tak memberikan info jumlah juz yang telah terlewatkan. Hingga kemudian ketika saya hendak mengganti Al Quran (salah satu cara agar saya betah membaca Al Quran), saya menemukan fakta bahwa telah 3 juz saya baca dalam tempo waktu yang cukup singkat.

MasyaAllah.. Awalnya saya tak berharap bahwa bacaan saya bisa secepat itu. Saya hanya ingin terus membaca al Quran. Melupakan sejenak sudah berapa juz atau berapa halaman. Baca dan terus membaca. Dan betapa bahagianya saya ketika ternyata hasilnya sangat memuaskan. Mungkin begitulah ketika kita memperoleh sesuatu yang awalnya tak terlalu kita harapan. Kesenangan pasti akan hadir berkali-kali lipat.

Selepas maghrib, seorang tetangga datang mengantarkan gamis yang saya minta untuk di-resize. Gamis itu adalah gamis peninggalan almarhumah ibu saya. Setelah sekian lama tersimpan di lemari, akhirnya saya berkesempatan juga untuk membawanya ke tukang jahit. Adik saya yang mengantarkan gamis itu dengan membawa serta baju sebagai contoh ukuran yag diinginkan.

Saya teramat bahagia saat gamis berwarna merah itu sampai di tangan. Tapi seketika itu pula saya dibuat kecewa oleh sebab hasil make over gamis tersebut. Ukuran lengan dan badannya memang pas, sesuai dengan yang saya inginkan. Tapi yang membuat saya sulit sekali melapangkan hati adalah ketika ternyata pakaian ibu itu kini tak lagi bisa disebut sebagai gamis. Panjangnya telah berubah, dari sebetis menjadi sepaha.

Wajah kecut saya tergambar jelas oleh adik saya. Tentu saya tak bisa menyalahkannya. Ia tidak tahu ukuran panjang gamis itu. Ia hanya mengikuti instruksi saya, "Tolong dijahit sesuai dengan ukuran baju ini (baju yang saya jadikan contoh, dengan ukuran panjang yang berbeda)." Ikhlas.. ikhlas.. ikhlas.. Itulah yang kemudian terus saya gaungkan di pikiran saya. Mungkin saya memang berekspektasi terlalu tinggi dengan gamis itu. Hingga ketika hasilnya tak sesuai dengan kenyataan, saya menjadi begitu kecewa.

Sungguh, dua peristiwa yang berbeda telah sukses mengajarkan saya tentang satu makna. Ekspektasi. Ya, ini tentang harapan yang membersamai sebuah tindakan. Tentang ekspektasi yang harus disandarkan sesuai dengan porsinya. Tidak berlebihan dan jangan sampai terlalu biasa. Dan untuk setiap peristiwa yang telah terjadi, saya berharap agar Allah menjadikan saya sebagai seseorang yang ikhlas dengan ketetapanNya.

Read More..